Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah pada awal perdagangan sesi I Rabu (2/10/2024), setelah kemarin berhasil bangkit dan melesat lebih dari 1%.
Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG dibuka melemah 0,6% ke posisi 7.595,98. Selang empat menit setelah sesi I dibuka, koreksi IHSG makin membesar yakni melemah 0,86% ke 7.576,56. IHSG kembali ke level psikologis 7.500, setelah kemarin ditutup di level psikologis 7.600.
Nilai transaksi indeks pada awal sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 913 miliar dengan volume transaksi mencapai 1,8 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 82.950 kali.
Pergerakan IHSG pada hari ini cenderung akan diwarnai oleh sentimen dari global, terutama di Timur Tengah yang masih memanas. IHSG terkoreksi di awal sesi I hari ini karena cenderung terbebani oleh makin panasnya geopolitik di Timur Tengah.
Padahal kemarin, IHSG berhasil melesat meski data ekonomi RI terbaru cenderung mengecewakan.
Ketidakpastian kembali meningkat setelah Iran kembali menyerang Israel. Konflik bersenjata akan menimbulkan kegalauan di pasar dan para investor akan cenderung memilih aset safe haven ketimbang pasar berisiko seperti saham.
Terlebih lagi, Chairman bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell mengisyaratkan pemangkasan suku bunga akan berlanjut sampai akhir tahun.
Akan tetapi berbeda dari ekspektasi awal, pemangkasan akan dilakukan secara bertahap dan tidak akan mencapai 50 basis points (bps) masing-masing di November dan Desember.
Selain itu, investor asing tampaknya masih terus mengalihkan dananya dari dalam negeri ke China, dipicu upaya pemerintah setempat untuk memperbaiki perlambatan ekonomi dan menghidupkan kembali minat investor terhadap pasar saham dalam jangka panjang.
Langkah-langkah pemerintah China untuk menarik dana ke ekuitas dan mendorong belanja konsumen telah meningkatkan daya tarik valuasi perusahaan-perusahaan China membuat investor memalingkan fokusnya kepada pasar saham China.
Sebelumnya kemarin, IHSG berhasil melesat meski data ekonomi RI terbaru cenderung mengecewakan. Data aktivitas manufaktur dan indeks harga konsumen (IHK) terbaru kembali melandai.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan IHK RI secara bulanan (month-to-month/mtm) kembali mengalami deflasi sebesar 0,12%. Dengan ini, maka RI sudah mengalami deflasi bulanan selama lima bulan beruntun.
Sedangkan secara tahunan (year-on-year/yoy), IHK RI pada bulan lalu masih mengalami inflasi sebesar 1,84%. Tetapi, inflasi tahunan RI pada bulan lalu mengalami penurunan dari sebelumnya pada Agustus lalu sebesar 2,12%.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi memperkirakan IHK September 2024 diperkirakan turun atau mengalami deflasi 0,035% (mtm).
Sedangkan IHK tahunan diperkirakan melandai di bawah level 2% atau tepatnya 1,975% (yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan inflasi Agustus 2024 yang sebesar 2,12% (yoy).
Deflasi ini menjadi catatan terburuk bagi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, Indonesia sudah mencatat deflasi selama empat bulan beruntun yakni dari Mei hingga September 2024.
Tak hanya itu saja, sektor manufaktur Indonesia kembali lesu pada bulan lalu. S&P Global melaporkan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan lalu kembali terkontraksi ke 49,2.
Artinya, PMI Manufaktur Indonesia sudah mengalami kontraksi selama tiga bulan beruntun yakni pada Juli (49,3), Agustus (48,9) dan September (49,2). PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
PMI yang tercatat 49,2 pada September 2024 memang lebih besar dibandingkan pada Agustus. Namun, kondisi tersebut tidak melepaskan fakta jika kondisi manufaktur RI kini sangat buruk.
SUMBER : CNBC INDONESIA