CAPITAL CORP. SYDNEY

73 Ocean Street, New South Wales 2000, SYDNEY

Contact Person: Callum S Ansell
E: callum.aus@capital.com
P: (02) 8252 5319

WILD KEY CAPITAL

22 Guild Street, NW8 2UP,
LONDON

Contact Person: Matilda O Dunn
E: matilda.uk@capital.com
P: 070 8652 7276

LECHMERE CAPITAL

Genslerstraße 9, Berlin Schöneberg 10829, BERLIN

Contact Person: Thorsten S Kohl
E: thorsten.bl@capital.com
P: 030 62 91 92

Breaking: IHSG Ambruk 1,25%

Uncategorized

Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau ambles pada perdagangan sesi I Rabu (5/6/2024), setelah sempat dibuka di zona hijau pada awal sesi I hari ini.

Per pukul 09:56 WIB, IHSG ambruk 1,25% ke posisi 7010,61. IHSG nyaris kembali ke bawah level psikologis 7.000.

Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 2,9 triliun dengan volume transaksi mencapai 5 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 228.658 kali.

Sebelumnya, IHSG sempat dibuka di zona hijau yakni menguat 0,24% di 7.116,42. Selang enam menit kemudian, IHSG langsung berbalik arah ke zona merah dengan koreksi 0,31% ke 7.077,16. Namun selang 56 menit setelah dibuka, koreksi IHSG makin parah.

Saham emiten energi baru terbarukan (EBT) Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) kembali menjadi penekan IHSG di sesi I hari ini. Bahkan, saham BREN kembali menyentuh auto reject bawah (ARB) pada sesi I hari ini.

IHSG cenderung volatil di awal sesi I di tengah sikap investor yang cenderung wait and see mencermati berbagai rilis data-data penting makro Amerika Serikat (AS), terutama data tenaga kerja.

Data-data tenaga kerja menjadi petunjuk awal mengenai inflasi AS yang merupakan faktor utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan arah kebijakan moneter. Asal tahu saja, The Fed menargetkan inflasi AS 2% agar penurunan suku bunga terjadi.

SementaraIndeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) naik 2,7%secara tahunan (year-on-year/yoy) pada April. Sedangkan inflasi dari indeks harga konsumen (CPI) per April tercatat 3,6% yoy.

Adapun harapan para pelaku pasar angka pengangguran semakin besar atau lowongan pekerjaan tersedia sedikit. Saat pengangguran banyak, tingkat penghasilan warga AS lebih sedikit dan menekan daya beli. Sehingga inflasi bisa turun dan dapat meyakinkan The Fed untuk mulai menurunkan suku bunga,

Mengutip perangkatFedWatch, probabilitas The Fed mempertahankan suku bunga pada pertemuan bulan ini sebesar 99,9%.

Para pelaku pasar melihat kemungkinan penurunan suku bunga tahun ini terjadi dua kali, yakni pada pertemuan September dan Desember.

Pada pertemuan 18 September 2024, pasar melihat kemungkinan The Fed menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Sehingga target suku bunga menjadi 5,00%-5,25%.

Kemudian, The Fed akan sekali lagi menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%-5,00% pada pertemuan 18 Desember 2024.

Keyakinan pasar saat ini lebih optimis dibandingkan kemarin. Terutama sebelum data PMI manufaktur dan rilis pembukaan lowongan pekerjaan baru AS.

Aktivitas manufaktur AS melambat untuk bulan kedua berturut-turut pada bulan Mei karena pesanan barang baru turun terbesar dalam hampir dua tahun, tetapi ukuran inflasi input turun kembali dari level tertinggi sejak pertengahan tahun 2022, menurut survei bulanan yang dirilis pada Senin (3/6/2024).

Indeks manajer pembelian manufakturInstitute for Supply Managementuntuk Mei turun menjadi 48,7 dari 49,2 pada April. Penurunan tersebut merupakan penurunan kedua berturut-turut dan merupakan bulan kedua di bawah level 50 yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi.

Kemudian,tingkat lowongan kerja kembali menurun pada bulan April dan mendorong jumlah lapangan kerja terbuka yang tersedia untuk setiap pengangguran turun menjadi 1,24 juta, yang merupakan level terendah sejak Juni 2021. Kini, angka tersebut sudah kembali normal. seperti pada tahun-tahun sebelum pandemi COVID-19.

Ketua The Fed Jerome Powell terus mencermati Survei Pembukaan Pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja (JOLTs) Departemen Tenaga Kerja AS untuk mendapatkan informasi mengenai ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan tenaga kerja, dan lonjakan jumlah pekerja di era pandemi menjadi lebih dari 2 berbanding 1.

SUMBER : CNBC INDONESIA