Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan hari ini, Rabu (12/6/22) dengan koreksi 0,27% di 7.031,19.
Selang 5 menit IHSG terpantau berhasil menghijau tipis 0,05% 7.051,12 dimana transaksi terpantau berada di angka Rp 1 triliun.
Investor asing tercatat melakukan jual bersih sebanyak Rp 139 miliar dimana saham-saham yang diborong diantaranya adalah PGAS dan BBRI yakni sebanyak Rp 4 miliar dan Rp 3 miliar, sementara jual bersih dilakukan di BBCA dan TLKM dengan net sell mencapai Rp 76 miliar dan Rp 48 miliar.
Kabar buruk untuk pasar modal datang dari imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang naik ke level tertinggi dalam satu dekade kemarin karena meningkatnya ekspektasi pasar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin.
Yield obligasi tenor 2 tahun mencapai 3,439% tertinggi sejak November 2007, sedangkanyieldobligasi acuan tenor 10 tahun mencapai 3,475% dan menjadi yang tertinggi sejak April 2011.Para investor tak berani memegang obligasi jangka pendek dan membuat harganya tertekan sehingga yield naik.
Tidak hanya itu, kenaikan pada IHP per Mei yang naik ke 10,8% menjadi kenaikan tercepat dalam hampir 40 tahun dan telah mengguncang pasar. Hal tersebut ikut meningkatkan spekulasi bahwa The Fed akan lebih agresif lagi dan akan melampaui ekspektasi.
Pergerakan di bursa saham AS kemarin, berpotensi menekan pergerakan IHSG hari ini. Dari dalam negeri, pelaku pasar juga perlu memantau rilis neraca perdagangan Indonesia per Mei yang dijadwalkan akan dirilis hari ini pukul 11:00 WIB.
Konsensus pasar yangdihimpun CNBC Indonesia dari 13 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Mei akan mencapai US$ 3,57 miliar. Surplus tersebut lebih kecil dibandingkan yang tercatat pada April 2022 yakni US$ 7,56 miliar.
Selain itu, konsensus juga memproyeksikan bahwa ekspor akan tumbuh 38,06% (year on year/yoy) sementara impor meningkat 34,06%. Sebagai catatan, pada April lalu, nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 27,32 miliar atau melonjak 47,8% (yoy) sementara impor meningkat 21,9% menjadi US$ 19,76 miliar.
Surplus neraca perdagangan yang mengecil pada Mei sudah tercermin dalam cadangan devisa. Bank Indonesia melaporkan posisi cadangan devisa pada akhir Mei 2022 senilai US$ 135,6 miliar, lebih kecil dibandingkan yang tercatat pada April yakni US$ 135,7 miliar.
Pada 23 Mei, pemerintah Indonesia telah membuka kembali keran ekspor CPO, yang tentunya juga akan berkontribusi terhadap neraca perdagangan. Selain itu, meningkatnya harga komoditas lain seperti batu bara, baja, dan besi juga akan meningkatkan nilai ekspor Indonesia per Mei.
Meski begitu, ada potensi nilai impor akan meningkat seiring membaiknya perekonomian tanah air dan pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).Konsensus pasar memperkirakan impor meningkat 34,06% pada Mei tahun ini atau lebih besar dibandingkan pertumbuhan 21,97% pada April.
Melonjaknya harga minyak mentah dunia juga dapat meningkatkan nilai impor Indonesia pada Mei. Hingga hari ini, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) dan brent telah melonjak yang masing-masing sebesar 69,65% dan 67,05% secara tahunan.
SUMBER : cnbcindonesia