Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melesat pada perdagangan sesi I Jumat (17/5/2024), di mana investor cenderung masih menimbang dari melambatnya pertumbuhan inflasi di Amerika Serikat (AS).
Per pukul 09:41 WIB, IHSG melesat 1,21% ke posisi 7.334,49. IHSG akhirnya berhasil menyentuh kembali level psikologis 7.300 pada sesi I hari ini.
Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 2,8 triliun dengan volume transaksi mencapai 4,3 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 280.498 kali. Sebanyak 208 saham menguat, 210 saham melemah, dan 188 sisanya cenderung stagnan.
IHSG kembali cerah bergairah di tengah melandainya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) kemarin. Yield Treasury acuan tenor 10 tahun melemah ke 4,36%, dari sebelumnya yang ada di kisaran 4,5%.
Melemahnya yield Treasury terjadi setelah inflasi AS melandai pada April 2024. Melandainya inflasi ini memberi optimisme pasar jika bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan segera memangkas suku bunga.
Biro Statistik Tenaga Kerja melaporkan bahwa Indeks Harga Konsumen (consumer price index/CPI) naik 3,4%(year-on-year/yoy) untuk April, di bawah ekspektasi analis dan menunjukkan tren jelas menuju perlambatan inflasi lebih lanjut.
Investor cenderung menyukai perlambatan karena ini berarti harga masih naik, tetapi pada tingkat yang lebih berkelanjutan. Hal ini juga berdampak pada suku bunga, termasuk biaya pinjaman uang untuk segala sesuatu mulai dari kartu kredit hingga pinjaman mobil dan untuk suku bunga hipotek.
The Fed terus menargetkan tingkat inflasi sebesar 2%. Jika The Fed percaya pertumbuhan harga melambat menuju angka tersebut, mereka mungkin mempertimbangkan untuk menurunkan suku bunga utamanya dari level hampir 5,5% yang telah bertahan selama sekitar satu tahun.
Jika suku bunga turun, ini akan membantu menurunkan pembayaran bulanan yang dihadapi oleh bisnis dan konsumen di seluruh ekonomi.
Jika The Fed menurunkan suku bunga karena inflasi yang melambat, hal ini dapat memberikan ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menyesuaikan kebijakan moneternya, mungkin dengan menurunkan suku bunga juga.
Suku bunga yang lebih rendah dapat meningkatkan daya beli dan investasi domestik, mendorong kenaikan IHSG.
SUMBER : CNBC INDONESIA