Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks saham acuan Asia ambles mengawali pekan ini, Senin (20/6/2022). Nasib serupa juga dialami oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
IHSG ambles 0,8% ke 6.880,55 pada 10.12 WIB setelah sebelumnya sempat longsor 1% lebih. Bersamaan dengan koreksi IHSG, asing mencatatkan net sell senilai Rp 241 miliar di pasar reguler.
Indeks Nikkei memimpin pelemahan di kawasan regional Asia dengan koreksi 1,65% sedangkan IHSG menyusul di posisi kedua.
Pasar keuangan global masih terguncang. Pekan lalu indeks saham acuan Wall Street mengalami koreksi tajam.
Secara keseluruhan, S&P anjlok 5,8% dalam sepekan. Pelemahan tersebut adalah yang terbesar sejak Maret 2020 atau saat periode awal pandemi Covid-19.
Dow Jones dalam sepekan melemah 4,8%, yang merupakan penurunan terbesar sejak Oktober 2020. Pada Kamis pekan lalu, untuk pertama kalinya sejak Januari 2021, Dow Jones juga ditutup di bawah 30.000.
“Pekan ini bisa dibilang brutal… Saya bilang kita sedang mengalami resesi… ini resesi ringan, bukan resesi resmi menurut definisi NBER, pastinya belum, tapi semester pertama ini pertumbuhan ekonomi sudah negatif,” tutur profesor Wharton Business School Jeremy Siegel kepada CNBC International.
Bursa AS menjalani pekan yang sangat berat pada pekan lalu dipicu kenaikan suku bunga acuan The Fed, tingginya inflasi, dan ancaman resesi.
Lonjakan inflasi membuat pasar khawatir The Fed akan mengambil kebijakan yang lebih agresif. Kebijakan tersebut dikhawatirkan bisa memukul perekonomian AS dan membawa Paman Sam ke lembah resesi.
Kebijakan the Fed yang hawkish tersebut membuat indeks dolar AS tetap berada di kisaran 104,66 dekat dengan posisi tertinggi dalam dua dekade terakhir di 105,79.
Saat dolar AS menguat, aset-aset keuangan berisiko lain mengalami pelemahan. Harga Bitcoin ambruk ke bawah US$ 19.000. Sementara itu harga emas masih bergerak sideways di kisaran US$ 1.836 per troy ons.
Volatilitas di pasar juga meningkat tercermin dari indeks VIX yang menjadi indikator ketakutan di pasar.
“Volatilitas pasar tetap tinggi dengan indeks VIX melihat penutupan mingguan tertinggi sejak akhir April, tema yang melampaui ekuitas dengan lonjakan FX dan volatilitas suku bunga di samping spread kredit yang lebih luas,” kata Rodrigo Catril, ahli strategi di NAB kepada Reuters.
SUMBER : cnbcindonesia